Minggu, 14 Oktober 2018

SENI RUPA MURNI INDONESIA


A.  Perkembangan Karya Seni Rupa Murni di Indonesia
Sebelum diuraikan mengenai perkembangan karya seni rupa murni di Indonesia, terlebih dahulu diuraikan mengenai sifat-sifat umum seni rupa Indonesia antara lain sebagai berikut.
       1. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu kaidah yang turun temurun.
       2. Bersifat progresif
Dengan adanya kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar yang kemudian dipadukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia sendiri.
       3. Bersifat kebinekaan
Indonesia terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda, sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam.
       4. Bersifat seni kerajinan
Dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam-macam bahan untuk membuat kerajinan.
       5. Bersifat non realis
Dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu bersifat perlambangan/simbolisme.
1. Seni Rupa Zaman Prasejarah
Zaman prasejarah meliputi masa yang dimulai dari adanya manusia yang belum mengenal tulisan. Oleh karena itu, periodesiasi pada masyarakat awal Indonesia didasarkan pada perkembangan budaya yang dihasilkannya. Pembagian zaman yang lebih tepat untuk sejarah kebudayaan adalah pembagian menurut arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang hasil benda-benda purbakala. Pembagian ini didasarkan pada bahan-bahan dari peninggalan yang berasal dari kebudayaan manusia itu sendiri. Berdasarkan benda-benda peninggalan perkembangan kebudayaan prasejarah maka periodesiasi dibagi sebagai berikut.
a. Zaman Batu
Zaman batu terbagi lagi menjadi; zaman batu tua (palaeolithikum), zaman batu menengah (mesolithikum), zaman batu muda (neolithikum), kemudian berkembang kesenian dari batu di zaman logam disebut zaman megalithikum (Batu Besar).
~Peninggalan – peninggalannya yaitu:
1.  Seni Lukis
Dari zaman mesolithikum ditemukan lukisan-lukisan yang dibuat pada dinding gua seperti lukisan goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian Jaya. Tujuan lukisan untuk keperluan magis dan ritual, seperti adegang perburuan binatang lambang nenek moyang dan cap jari. Kemudian pada zaman neolithikum dan megalithikum, lukisan diterapkan pada bangunan-bangunan dan benda-benda kerajinan sebagai hiasan ornamentik (motif geometris atau motif perlambang).
                                          Gambar 1 Seni Lukis pada Zaman Batu
    2.  Seni Patung
                 Seni patung berkembang pada zaman neolithikum, berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala, bergaya non realistis, terbuat dari kayu atau batu. Kemudian zaman Megalithikum banyak ditemukan patung-patung berukuran besar bergaya statis monumental.

 Gambar 2 Seni Patung pada saman batu

b.  Zaman Logam
Zaman logam dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.       Zaman tembaga
Manusia purba sudah memanfaatkan tembaga untuk alat-alat rumah tangga. Akan tetapi, proses pembentukannya masih sangat sederhana.
b.      Zaman perunggu
Manusia purba sudah mampu membuat peralatan dari perunggu yang terbuat dari hasil campuran antara tembaga dan timah, sifatnya lebih keras daripada tembaga dan bentuknya sudah lebih halus.
c.       Zaman besi
Manusia purba sudah mampu melebur biji besi yang dibentuk sedemikian rupa meskipun masih kasar.
 Gambar 3 Alat pada zaman besi 
2.  Seni Rupa Zaman Hindu-Budha
a.  Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia Hindu-Budha
1. Bersifat feodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai media pengabdian raja.
      2. Bersifat sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama.
      3. Bersifat konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada  sumber hukum agama (Silfasastra).
      4. Hasil akulturasi kebudayaan India dengan Indonesia.
b.  Karya Seni Zaman Hindu-Budha
   1. Seni Patung 
   Patung dalam agama Hindu merupakan hasil perwujudan dari raja dengan dewa penitisnya. Orang Hindu percaya adanya Trimurti: Dewa Brahmana Wisnu dan Siwa. Untuk membedakan mereka, setiap patung diberi atribut kedewaan, misalnya patung Brahmana laksananya berkepala empat, bertangan empat dan kendaraannya (wahana) angsa). Sedangkan patung dewa Wisnu laksananya adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit, dan tengkorak, kendaraannya lembu, (nadi) dsb.





 Gambar 4 Perbedaan antara patung BRAHMANA dan patung WISNU

    2. Seni Hias
  Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru yang dianggap suci sebagai tempatnya para dewa. Oleh sebab itu candi selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam pegunungan, yaitu dengan motif flora dan fauna serta mahluk ajaib/aneh. Bentuk hiasan pada candi dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  a. Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang membentuk struktur bangunan candi, contohnya:
      - Hiasan mahkota pada atap candi
      - Hiasan menara sudut pada setiap candi
      - Hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
      - Hiasan makara, simbar filaster, dll.

Gambar 5 seni Hiasan Arsitektural

 b. Hiasan Bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional yang terdapat pada dinding/ bidang candi, contohnya;
      - Hiasan dengan cerita pada candi Hindu, yakni Mahabarata dan Ramayana,  sedangkan pada candi Budha adalah Jataka dan Lalitapistara.
      -  Hiasan flora dan fauna
      -  Hiasan pola geometris
      -  Hiasan makhluk khayangan



 Gambar 6.Seni Hiasan Bidang

3.  Zaman Islam
Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 M oleh para pedagang dari India, Persia dan Cina. Mereka menyebarkan ajaran Islam sekaligus memperkenalkan kebudayaannya masing-masing, maka timbul akulturasi kebudayaan. Seni rupa Islam juga dikembangkan oleh para empu di istana-istana sebagai media pengabdian kepada para penguasa (raja/sultan) kemudian dalam kaitannya dengan penyebaran agama Islam, para walipun berperan dalam mengembangkan seni di masyarakat pedesaan, misalnya da’wah Islam disampaikan dengan media seni wayang.




 















 Gambar 7 Peninggalan Pada Zaman Islam


a. Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia Islam
       1.Bersifat feodal, yaitu kesenian yang berkembang di istana sebagai media  pengab-dian kepada raja/sultan.
       2.Bersumber dari kesenian pra-Islam (seni pra-sejarah dan seni Hindu-Budha).
b. Karya Seni Rupa Indonesia Islam
1. Seni Kaligrafi
  Seni kaligrafi atau seni khat adalah seni tulisan indah. Dalam kesenian Islam menggunakan bahasa arab. Sebagai bentuk simbolis dari rangkaian ayat-ayat suci Al -Qur’an. Berdasarkan fungsinya seni kaligrafi dibedakan menjadi:
1)      Kaligrafi terapan berfungsi sebagai dekorasi/hiasan.
2)  Kaligrafi piktural berfungsi sebagai pembentuk gambar.
  3) Kaligrafi ekspresi berfungsi sebagai media ungkapan perasaan seperti kaligrafi karya AD. Pireus dan Ahmad Sadeli.
 













Gambar 8 Seni Kaligrafi Pada Zaman Islam


b. Seni Hias
     Seni hias pada zaman Islam selalu menghindari penggambaran makhluk hidup secara realis, maka untuk penyamarannya dibuatkan stilasinya (digayakan) atau diformasi (disederhanakan) dengan bentuk tumbuh-tumbuhan.
  










Gambar 9 Seni Hias Pada Zaman Islam


D. Zaman  Kolonial
1. Karakteristik Karya Seni Rupa Zaman Kolonial
Karakteristik peradaban di zaman kolonial mengubah sejarah Indonesia dari zaman kebudayaan yang banyak dipengaruhi kebudayaan Hindu dan Islam beralih ke zaman perjuangan. Perkembangan seni rupa di Indonesia pada zaman ini sangat berkaitan dengan perkembangan sosial masyarakat, politik dan kultural, baik pada zaman kolonial Belanda maupun pada zaman pendudukan Jepang.
Tema-tema karya seni rupa pada zaman ini diawali dari kehidupan kemewahan yang memengaruhi sebagian perupa untuk berkarya dengan aliran romantis dan naturalis, kemudian beralih ke kehidupan kerakyatan yang nyata.
Hal inilah yang melahirkan banyak pelukis/perupa yang beralih untuk berkarya dengan aliran realis, abstrak  dan ekspresionis,  disamping itu karya perupa pada masa ini juga berkarya demi memacu semangat perjuangan bangsa Indonesia melawan penindasan penjajahan dan pendudukan.
2. Jenis-Jenis Karya Seni Rupa Zaman Kolonial
a.      Seni Lukis

Perkembangan seni lukis di Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu lebih dominan ke aliran romantisme sehingga membuat beberapa pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini. Awalnya pelukis Indonesia lebih sebagai penonton atau asisten, sebab pendidikan kesenian dianggap merupakan hal mewah yang sulit dicapai penduduk pribumi.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan oleh pelukis Belanda (A.A.J Payen). Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.
Di sisi lain, pengembangan pada teknik melukis sangat diperhatikan pada masa itu, sehingga seni lukis realisme Indonesia makin memiliki identitas pribadi. Pasca Sumpah Pemuda, terjadilah polemik kebudayaan yang riuh rendah dalam media massa. Terutama pada kurun waktu 1935-1939. Para pelukis tidak mau ketinggalan dan ikut ambil bagian. Sindudarsono Sudjojono (1913-1986) dan Affandi Koesoema (1907-1990) adalah dua tokoh yang paling menonjol pada masa itu. Berbeda dengan Affandi yang pendiam, Sudjojono adalah tokoh yang keras dan pemberang. Selain sebagai pelukis, dia juga kritikus seni lukis berlidah tajam. Pak Djon begitu panggilan akrabnya kerap mengecam Basoeki Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena hanya melukis perempuan cantik dan pemandangan alam.
 














Gambar 10 Seni Lukis Pada Zaman Kolonial
                                  
b.      Seni Patung
Selama rentang waktu kekuasaannya di Indonesia, pemerintah kolonial Belanda mendirikan puluhan monumen dan patung yang tersebar di berbagai kawasan Indonesia. Sayang sekali, dengan berakhirnya kekuasaan Belanda, maka satu persatu monumen dan patung ini juga menghilang, baik yang dirobohkan begitu saja maupun yang diganti dengan bentuk baru. Untuk menghilangkan pengaruh dan jejak penguasa sebelumnya, pemerintah pendudukan Jepang melakukan banyak penghancuran terhadap patung, monumen, atau tugu yang didirikan oleh Belanda. Namun demikian, tidak satupun tugu atau monumen yang didirikan sebagai penggantinya. Kehadirannya yang sangat singkat hanya membawa perubahan pada beberapa aspek sosial, politik, dan pemerintahan. Upaya untuk mendirikan monumen, patung, atau tugu sebagai tanda bagi kehadirannya di kota ini tidak sempat dilakukan.
 



c.        
d.       
e.        
f.        
g.       
h.       
i.         





Gambar 11.Seni Patung Pada Zaman Kolonial

c.       Seni Grafis
Gaya desain grafis Indies berkembang di masa kolonial Hindia Belanda dan mengalami puncak perkembangan artistiknya di tahun 1930-an. Gaya Desain Grafis Indies merupakan perpaduan antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa awal abad ke-20 dengan seni rupa tradisi terutama wayang yang merupakan produk budaya adi luhung masyarakat Jawa. Perpaduan itu membentuk suatu gaya desain yang berciri khas Indonesia dan menjadi sumber inspirasi bagi kreativitas perancang desain grafis masa kini.
Pada masa pendudukan Jepang, seni grafis yang divisualkan melalui media Poster. Pada masa pendudukan Jepang ini merupakan masa cikal bakal berkembangnya karya grafis yang sesungguhnya. Pada masa pendudukan Jepang, grafis mendapat kesempatan untuk berkembang sebatas kepentingan politik. Pihak Jepang memanfaatkan seniman Indonesia dilatih membuat media komunikasi untuk kepentingan sekutu. Pengalaman inilah dimanfaatkan oleh para seniman grafis untuk menyumbangkan tenaganya dalam membuat media propaganda. Secara visual grafis pada masa ini lebih mengutamakan segi informatif verbal yang ditampilkan pada tulisan (head line).
 














 Gambar 12 Seni Grafis Pada Zaman Kolonial



E. Zaman Modern
Istilah “modern” dalam  seni rupa Indonesia yaitu bentuk dan perwujudan seni yang terjadi akibat dari pengaruh kaidah seni barat/eropa. Dalam perkembangannya sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.
1. Masa Perintis (1807 1920)
Dimulai dari prestasi Raden Saleh Syarif Bustaman (1807 – 1880), seorang seniman Indonesia yang belajar kesenian di Eropa dan sekembalinya di Indonesia ia menyebarkan hasil pendidikannya. Kemudian Raden Saleh dikukuhkan sebagai Bapak perintis seni lukisan modern.
2. Masa Seni Lukis Indonesia Jelita/Molek (1920 – 1938)
Ditandai dengan hadirnya sekelompok pelukis barat yaitu Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smite, R. Locatelli dan lain-lain. Ada beberapa pelukis Indonesia yang mengikuti kaidah/teknik ini antara lain: Abdulah Sr, Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi dan Wahid Soemantri.
3. Masa PERSAGI (1938 – 1942)
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta yang diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan sekretarisnya S. Sudjojono, sedangkan anggotanya antara lain; Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa (pelukis wanita pertama Indonesia) PERSAGI bertujuan agar para seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadian Indonesia.
4. Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pada zaman pendudukan Jepang,  para seniman Indonesia disediakan wadah pada balai kebudayaan Keimin Bunka Shidoso. Para seniman yang aktif antara lain; Agus Jaya, Otto Jaya, Zaini, Kusnadi dll. Kemudian pada tahun 1945 berdiri lembaga kesenian dibawah naungan POETRA (Poesat Tenaga Rakyat) oleh empat sekawan: Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mansur.
5. Masa Sesudah Kemerdekaan (1945 – 1950)
Pada masa ini seniman banyak terorganisir dalam kelompok-kelompok di antaranya;  Sanggar Seni Rupa Masyarakat di Yogyakarta oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda (SIM) di Madiun, oleh S. Sudjojono, Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Djajengasmoro, Himpunan Budaya Surakarta (HBS) dll.
6. Masa Pendidikan Seni Rupa Melalui Pendidikan Formal
                Pada tahun 1950 di Yogyakarta berdiri ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) yang sekarang namanya menjadi STSRI (Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia) yang dipelopori oleh RJ. Katamsi, kemudian di Bandung berdiri Perguruan Tinggi Guru Gambar (sekarang menjadi Jurusan Seni Rupa ITB) yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarja. Selanjutnya LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) disusul dengan jurusan-jurusan di setiap IKIP Negeri bahkan sekarang pada tingkat SMA.
7. Masa Seni Rupa Baru Indonesia
Pada tahun 1974 muncul para seniman muda baik yang berpendidikan formal maupun otodidak, seperti Jim Supangkat, S. Priaka, Harsono, Dede Eri Supria, Munni Ardhi, Nyoman Nuarta, dll. Para seniman muda tersebut melahirkan beberapa karya seni rupa yang lebih kreatif dan fenomenal.
B.  Keunikan Gagasan dan Aliran Karya Seni Rupa Murni Indonesia
Gaya atau corak atau aliran dalam seni rupa beraneka ragam. Keunikan gagasan yang memunculkan berbagai aliran lahir dari pendapat, cita-cita, dan pandangan dari seseorang atau sekelompok perupa (seniman). Secara garis besar, gaya karya seni rupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : tradisional, modern, dan postmodern.
1. Tradisional
Seperti halnya karya seni rupa Indonesia, perupa seni rupa mancanegara juga memiliki gaya tradisional. Gaya ini juga terbagi menjadi dua, yaitu primitif dan klasik.
2. Modern
Gaya seni rupa modern adalah corak karya seni rupa yang sudah mengalami kemajuan, perubahan, dan pembaharuan. Secara umum, modernisasi gaya seni rupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: gaya representatif, deformatif, dan nonrepresentatif. Berikut akan diuraikan ketiga gaya seni rupa modern tersebut.
       a. Representatif
Kata representatif berasal dari kata representasi yang mengandung pengertian sesungguhnya, nyata, atau sesuai dengan keadaan. Perwujudan gaya seni rupa ini menggambarkan keadaan yang nyata pada kehidupan sehari-hari masyarakat atau keadaan alam. Gaya seni rupa yang tergolong representatif antara lain;  romantisme, naturalisme, dan realisme.
1) Romantisme
Istilah romantisme berasal dari roman yang berarti cerita dan isme yang berarti aliran/gaya. Romantisme adalah gaya/aliran seni rupa yang menggambarkannya mengandung cerita kehidupan manusia atau binatang. Perupa mancanegara yang mempelopori gaya ini, antara lain : Fransisco Goya (Spanyol), Turner (Inggris), dan Rubens (Belanda). Perupa Indonesia yang mengambil gaya itu adalah Raden Saleh.
 




















Gambar 13. Karya Romantisme


2) Naturalisme
Istilah naturalisme berasal dari kata nature atau natural yang berarti alam dan isme yang berarti aliar/gaya. Naturalisme adalah gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan keadaan alam atau alami. Pelukis gaya ini pada umumnya mengambil pemandangan alam sebagai objeknya. Perupa mancanegara yang mengambil gaya ini antara lain Rubens, Claude, Gainsborough, Constable, dan Turner. Perupa Indonesia yang mengambil gaya ini antara lain Abdullah Suryosubroto, Wakidi, Mas Pirngadi, dan Basuki Abdullah.
 













Gambar 14. Karya Naturalisme

3) Realisme
Istilah realisme berasal dari kata real yang berarti nyata dan isme yang berarti gaya/aliran. Realisme adalah suatu gaya/aliran seni rupa yang meng-gambarkannya sesuai dengan kenyataan hidup. Perupa Indonesia yang mengambil gaya ini antara lain Trubus, Tarmizi, Wardoyo, dan Dullah. Sedangkan perupa mancanegara yang mengambil gaya ini adalah Remrandt van Rijn (Belanda).










Gambar 15. Karya Realisme
       b. Deformatif
Istilah deformatif berasal dari deformasi yang berarti perubahan bentuk. Bentuk alam diubah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk baru, namun masih menyerupai bentuk aslinya. Gaya seni rupa yang tergolong deformatif, antara lain : Surealisme, impresionisme, ekspresionisme, dan kubisme.
1) Surealisme
Istilah surealisme berasal dari kata sur yang berarti melebih-lebihkan, kata real yang berarti nyata, dan isme berarti gaya/aliaran. Surealisme adalah gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya melebih-lebihkan kenyataan, bahkan ada yang menyebutnya otomatisme psikis yang murni atau mimpi. Perupa mancanegara yang mempelopori gaya ini adalah Salvador Dali. Perupa Indonesia yang mengambil gaya ini, antara lain Ivan Sagito.












Gambar 16. Karya Surealisme
2) Impressionisme
Impressionisme berasal dari kata impression yang berarti kesan sesaat dan isme yang berarti gaya/aliran. Impressionalisme adalah gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan kesan saat objek tersebut dilukis. Gaya ini dipelopori oleh perupa mancanegara seperti Claude Monet, Paul Cezanne, Georges Seurat, dan Paul Gauguin. Perupa Indonesia yang mengambil gaya ini, antara lain S. Sudjojono.






               Gambar 17 Karya seni lukis aliran Impressionisme
3) Ekspressionisme
Ekspressionisme berasal dari kata expression yang berarti ungkapan jiwa yang spontan dan isme yang berarti gaya/aliran. Ekspressionisme adalah gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan keadaan jiwa perupa yang spontan pada saat melihat objek. Gaya seni rupa ini dipelopori oleh pelukis Belanda bernama Vincent van Gogh. Perupa Indonesia yang menerapkan gaya ini pada proses pembuatan lukisan adalah Affandi.



Gambar 18. Karya Ekspressionisme
4) Kubisme
Kubisme berasal dari kata kubus yang berarti bidang atau bentuk persegi empat dan isme yang berarti gaya/alrian. Kubisme adalah aliran/gaya seni rupa yang penggambarannya berupa bidang persegi empat atau bentuk dasarnya kubus. Gaya seni rupa ini dipelopori oleh pelukis Spanyol yang bernama Pablo Picasso. Perupa Indonesia yang mengikuti gaya ini pada proses pembuatan lukisan adalah But Muchtar, Mochtar Apin, Srihadi, dan Fajar Sidik.












Gambar 19. Karya Kubisme
    

  c. Nonrepresentatif
Kata Nonrepresentatif atau abstrak mengandung pengertian suatu bentuk yang sukar dikenali. Suatu gaya yang lebih sederhana bahkan bentuknya sama sekali meninggalkan bentuk alam.
Karya seni rupa abstrak berupa susunan garis, bentuk, dan warna yang terbebas dari bentuk alam. Gaya seni rupa yang berbentuk abstrak ini ada yang abstrak ekspresionis dan abstrak murni. Gaya ini dipelopori oleh perupa mancanegara, antara lain: Paul Klee, Piet Mondrian, Wassily Kandinsky, dan Jackson Pollock. Perupa Indonesia yang mengikuti gaya ini adalah Amry Yahya, Fajar Sidik, But Muchtar, dan Srihadi.

 

















Gambar 20. Karya Nonrepresentatif


3. Postmodern
Postmodern atau disingkat “posmo” adalah gaya seni rupa pasca atau sesudah modern. Sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat dunia, seni rupa pun ikut mengalami perkembangan gaya. Jika seni rupa tradisional memiliki ciri perpaduan antara penyederhanaan bentuk dan sedikit ornamental. Gaya “posmo” lebih bebas dan cenderung tidak memiliki aturan tertentu.
Postmodernisme sebagai trend dari suatu pemikiran yang sangat popular pada penghujung abad ke-20 ini merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Pada awalnya postmodern lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme. Eksplorasi unsur rupa banyak dilakukan untuk gaya ini. Kritik sosial dan kemasyarakatan  merupakan tema yang cukup dominan untuk karya-karya posmo.
 
















 Gambar 21. Karya Postmoderns