Minggu, 14 Oktober 2018
SENI RUPA MURNI INDONESIA
A. Perkembangan Karya Seni Rupa Murni di Indonesia
Sebelum diuraikan mengenai perkembangan
karya seni rupa murni di Indonesia, terlebih dahulu diuraikan mengenai sifat-sifat umum seni rupa Indonesia antara lain sebagai
berikut.
1. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya
kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu
kaidah yang turun temurun.
2. Bersifat progresif
Dengan adanya
kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar yang
kemudian dipadukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia
sendiri.
3. Bersifat kebinekaan
Indonesia terdiri dari
beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda, sehingga
melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam.
4. Bersifat seni kerajinan
Dengan kekayaan alam
Indonesia yang menghasilkan bermacam-macam bahan untuk membuat kerajinan.
5. Bersifat non realis
Dengan latar belakang agama asli yang
primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu bersifat perlambangan/simbolisme.
1. Seni
Rupa Zaman Prasejarah
Zaman prasejarah meliputi masa
yang dimulai dari adanya manusia yang belum mengenal tulisan. Oleh karena itu,
periodesiasi pada masyarakat
awal Indonesia didasarkan pada perkembangan budaya
yang dihasilkannya. Pembagian
zaman yang lebih tepat untuk sejarah kebudayaan adalah pembagian menurut arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang
hasil benda-benda purbakala. Pembagian
ini didasarkan pada bahan-bahan dari peninggalan yang berasal dari kebudayaan
manusia itu sendiri. Berdasarkan benda-benda peninggalan perkembangan kebudayaan
prasejarah maka periodesiasi dibagi sebagai berikut.
a.
Zaman Batu
Zaman
batu terbagi lagi menjadi; zaman batu tua (palaeolithikum),
zaman
batu menengah (mesolithikum), zaman batu muda (neolithikum), kemudian
berkembang kesenian dari batu di zaman logam disebut zaman
megalithikum (Batu Besar).
~Peninggalan
– peninggalannya yaitu:
1. Seni Lukis
Dari zaman
mesolithikum ditemukan lukisan-lukisan yang dibuat pada dinding gua seperti
lukisan goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian Jaya. Tujuan lukisan
untuk keperluan magis dan ritual, seperti adegang perburuan binatang lambang
nenek moyang dan cap jari. Kemudian pada zaman neolithikum dan megalithikum,
lukisan diterapkan pada bangunan-bangunan dan benda-benda kerajinan sebagai
hiasan ornamentik (motif geometris atau motif perlambang).
Gambar 1 Seni Lukis pada
Zaman Batu
2.
Seni Patung
Seni patung berkembang pada zaman
neolithikum, berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala, bergaya
non realistis, terbuat dari kayu atau batu. Kemudian zaman
Megalithikum banyak ditemukan patung-patung berukuran besar bergaya statis
monumental.
|
Gambar 2 Seni Patung pada saman batu
b. Zaman Logam
Zaman
logam dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Zaman tembaga
Manusia purba sudah
memanfaatkan tembaga untuk alat-alat rumah tangga. Akan tetapi, proses
pembentukannya masih sangat sederhana.
b. Zaman perunggu
Manusia purba sudah mampu
membuat peralatan dari perunggu yang terbuat dari hasil campuran antara tembaga
dan timah, sifatnya lebih keras daripada tembaga dan bentuknya sudah lebih
halus.
c. Zaman besi
Manusia purba sudah mampu melebur
biji besi yang dibentuk sedemikian rupa meskipun masih kasar.
Gambar 3 Alat pada zaman besi
2.
Seni Rupa Zaman
Hindu-Budha
a. Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia Hindu-Budha
1.
Bersifat feodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai media pengabdian
raja.
2. Bersifat sakral, yaitu kesenian
sebagai media upacara agama.
3. Bersifat konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum agama (Silfasastra).
4. Hasil akulturasi kebudayaan India
dengan Indonesia.
b. Karya Seni Zaman
Hindu-Budha
1. Seni Patung
Patung dalam agama Hindu
merupakan hasil perwujudan dari raja dengan dewa penitisnya.
Orang Hindu percaya adanya Trimurti: Dewa Brahmana Wisnu dan Siwa. Untuk membedakan
mereka, setiap patung diberi atribut kedewaan, misalnya patung Brahmana laksananya berkepala empat,
bertangan empat dan kendaraannya
(wahana) angsa). Sedangkan patung dewa Wisnu laksananya adalah para mahkotanya
terdapat bulan sabit, dan tengkorak, kendaraannya lembu, (nadi) dsb.
Gambar 4 Perbedaan antara patung BRAHMANA dan
patung WISNU
2. Seni Hias
Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan
dari gunung Mahameru yang dianggap suci sebagai
tempatnya para dewa.
Oleh sebab itu candi selalu diberi hiasan sesuai dengan
suasana alam pegunungan, yaitu dengan motif flora dan
fauna serta mahluk ajaib/aneh. Bentuk hiasan pada candi dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
a. Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional
yang membentuk struktur bangunan candi, contohnya:
- Hiasan mahkota
pada atap candi
- Hiasan menara
sudut pada setiap candi
- Hiasan motif
kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
- Hiasan makara,
simbar filaster, dll.
Gambar 5
seni Hiasan Arsitektural
b. Hiasan Bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional
yang terdapat pada dinding/ bidang candi, contohnya;
- Hiasan dengan cerita pada candi Hindu,
yakni Mahabarata dan Ramayana, sedangkan pada candi Budha adalah Jataka dan Lalitapistara.
- Hiasan
flora dan fauna
- Hiasan
pola geometris
- Hiasan makhluk khayangan
Gambar 6.Seni Hiasan Bidang
3.
Zaman Islam
Agama Islam masuk ke Indonesia
sekitar abad ke-7 M oleh para pedagang dari India, Persia dan Cina. Mereka
menyebarkan ajaran Islam sekaligus memperkenalkan kebudayaannya masing-masing,
maka timbul akulturasi kebudayaan. Seni
rupa Islam juga dikembangkan oleh para empu
di istana-istana sebagai media pengabdian kepada para penguasa (raja/sultan)
kemudian dalam kaitannya dengan penyebaran agama Islam, para walipun berperan
dalam mengembangkan seni di masyarakat pedesaan, misalnya da’wah Islam
disampaikan dengan media seni wayang.
|
Gambar 7 Peninggalan Pada Zaman Islam
a. Ciri – Ciri Seni Rupa Indonesia
Islam
1.Bersifat feodal,
yaitu kesenian yang berkembang
di istana sebagai media pengab-dian kepada raja/sultan.
2.Bersumber dari kesenian pra-Islam (seni pra-sejarah dan seni Hindu-Budha).
b. Karya Seni Rupa Indonesia Islam
1. Seni Kaligrafi
Seni kaligrafi atau seni khat adalah seni tulisan indah. Dalam kesenian Islam
menggunakan bahasa arab. Sebagai bentuk simbolis dari rangkaian ayat-ayat suci
Al -Qur’an. Berdasarkan fungsinya seni kaligrafi dibedakan menjadi:
1)
Kaligrafi terapan berfungsi sebagai
dekorasi/hiasan.
2) Kaligrafi piktural berfungsi sebagai pembentuk gambar.
3) Kaligrafi ekspresi berfungsi
sebagai media ungkapan perasaan seperti kaligrafi karya AD. Pireus dan Ahmad Sadeli.
|
Gambar 8
Seni Kaligrafi Pada Zaman Islam
b.
Seni Hias
|
Gambar 9
Seni Hias Pada Zaman Islam
D.
Zaman Kolonial
1.
Karakteristik Karya Seni Rupa Zaman Kolonial
Karakteristik peradaban di zaman
kolonial mengubah sejarah Indonesia dari zaman kebudayaan yang banyak
dipengaruhi kebudayaan Hindu dan Islam beralih ke zaman perjuangan. Perkembangan seni rupa di Indonesia pada zaman ini sangat
berkaitan dengan perkembangan sosial masyarakat, politik dan kultural, baik
pada zaman kolonial Belanda maupun pada zaman pendudukan Jepang.
Tema-tema karya seni
rupa pada zaman ini diawali dari kehidupan kemewahan yang memengaruhi sebagian
perupa untuk berkarya dengan aliran romantis dan naturalis, kemudian beralih ke
kehidupan kerakyatan yang nyata.
Hal inilah yang melahirkan banyak pelukis/perupa
yang beralih untuk berkarya dengan aliran realis, abstrak dan ekspresionis, disamping itu karya perupa pada masa ini juga
berkarya demi memacu semangat perjuangan bangsa Indonesia melawan penindasan
penjajahan dan pendudukan.
2. Jenis-Jenis Karya Seni Rupa Zaman Kolonial
a.
Seni Lukis
Perkembangan seni lukis di Indonesia dimulai
dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa
Barat pada zaman itu lebih dominan ke aliran romantisme sehingga membuat
beberapa pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini. Awalnya pelukis
Indonesia lebih sebagai penonton atau asisten, sebab pendidikan kesenian
dianggap merupakan hal mewah yang sulit dicapai penduduk pribumi.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup
beruntung bisa mempelajari melukis
gaya Eropa yang dipraktekkan oleh pelukis Belanda (A.A.J Payen). Raden
Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil
menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di
beberapa negera Eropa.
Di sisi lain, pengembangan pada teknik melukis sangat
diperhatikan pada masa itu, sehingga seni lukis realisme Indonesia makin memiliki
identitas pribadi. Pasca Sumpah Pemuda, terjadilah polemik kebudayaan yang riuh
rendah dalam media massa. Terutama pada kurun waktu 1935-1939. Para pelukis
tidak mau ketinggalan dan ikut ambil bagian. Sindudarsono Sudjojono (1913-1986)
dan Affandi Koesoema (1907-1990) adalah dua tokoh yang paling menonjol pada
masa itu. Berbeda dengan Affandi yang pendiam, Sudjojono adalah tokoh yang
keras dan pemberang. Selain sebagai pelukis, dia juga kritikus seni lukis
berlidah tajam. Pak Djon begitu panggilan akrabnya kerap mengecam Basoeki
Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena hanya melukis perempuan cantik dan
pemandangan alam.
|
Gambar
10 Seni Lukis Pada Zaman Kolonial
b. Seni Patung
Selama rentang
waktu kekuasaannya di Indonesia, pemerintah kolonial Belanda mendirikan puluhan
monumen dan patung yang tersebar di berbagai kawasan Indonesia. Sayang sekali,
dengan berakhirnya kekuasaan Belanda, maka satu persatu monumen dan patung ini
juga menghilang, baik yang dirobohkan begitu saja maupun yang diganti dengan
bentuk baru. Untuk menghilangkan pengaruh dan jejak penguasa sebelumnya,
pemerintah pendudukan Jepang melakukan banyak penghancuran terhadap patung,
monumen, atau tugu yang didirikan oleh Belanda. Namun demikian, tidak satupun
tugu atau monumen yang didirikan sebagai penggantinya. Kehadirannya yang sangat
singkat hanya membawa perubahan pada beberapa aspek sosial, politik, dan
pemerintahan. Upaya untuk mendirikan monumen, patung, atau tugu sebagai tanda
bagi kehadirannya di kota ini tidak sempat dilakukan.
|
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Gambar 11.Seni Patung Pada Zaman
Kolonial
c. Seni Grafis
Gaya desain
grafis Indies berkembang di masa kolonial Hindia Belanda dan mengalami puncak
perkembangan artistiknya di tahun 1930-an. Gaya Desain Grafis Indies merupakan
perpaduan antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa awal abad ke-20
dengan seni rupa tradisi terutama wayang yang merupakan produk budaya adi luhung masyarakat Jawa. Perpaduan
itu membentuk suatu gaya desain yang berciri khas Indonesia dan menjadi sumber
inspirasi bagi kreativitas perancang desain grafis masa kini.
Pada
masa pendudukan Jepang, seni grafis yang divisualkan melalui media Poster. Pada
masa pendudukan Jepang ini merupakan masa cikal bakal berkembangnya karya
grafis yang sesungguhnya. Pada masa pendudukan Jepang, grafis mendapat
kesempatan untuk berkembang sebatas kepentingan politik. Pihak Jepang
memanfaatkan seniman Indonesia dilatih membuat media komunikasi untuk
kepentingan sekutu. Pengalaman inilah dimanfaatkan oleh para seniman grafis
untuk menyumbangkan tenaganya dalam membuat media propaganda. Secara visual
grafis pada masa ini lebih mengutamakan segi informatif verbal yang ditampilkan
pada tulisan (head line).
|
Gambar
12 Seni Grafis Pada Zaman Kolonial
E. Zaman Modern
Istilah “modern” dalam seni rupa Indonesia yaitu bentuk dan
perwujudan seni yang terjadi akibat dari pengaruh kaidah seni barat/eropa.
Dalam perkembangannya sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk
melepaskan diri dari penjajahan.
1. Masa
Perintis
(1807 – 1920)
Dimulai dari prestasi Raden Saleh Syarif Bustaman
(1807 – 1880), seorang seniman Indonesia yang belajar kesenian di Eropa dan
sekembalinya di Indonesia ia menyebarkan hasil pendidikannya. Kemudian Raden
Saleh dikukuhkan sebagai Bapak perintis seni lukisan modern.
2. Masa Seni Lukis
Indonesia Jelita/Molek (1920 – 1938)
Ditandai dengan hadirnya sekelompok pelukis barat
yaitu Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smite, R. Locatelli dan lain-lain. Ada
beberapa pelukis Indonesia yang mengikuti kaidah/teknik ini antara lain:
Abdulah Sr, Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi dan Wahid Soemantri.
3. Masa PERSAGI
(1938 – 1942)
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) didirikan
tahun 1938 di Jakarta yang diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan sekretarisnya S.
Sudjojono, sedangkan
anggotanya antara lain; Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa
(pelukis wanita pertama Indonesia) PERSAGI bertujuan agar para seniman
Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadian
Indonesia.
4. Masa
Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pada zaman
pendudukan Jepang, para seniman
Indonesia disediakan wadah pada balai kebudayaan Keimin Bunka Shidoso. Para seniman yang aktif antara lain; Agus
Jaya, Otto Jaya, Zaini, Kusnadi dll. Kemudian pada tahun 1945 berdiri lembaga
kesenian dibawah naungan POETRA (Poesat Tenaga Rakyat) oleh empat sekawan:
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mansur.
5. Masa Sesudah
Kemerdekaan (1945 – 1950)
Pada masa ini
seniman banyak terorganisir dalam kelompok-kelompok di antaranya; Sanggar Seni Rupa Masyarakat di Yogyakarta
oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda (SIM) di Madiun, oleh S. Sudjojono, Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Djajengasmoro,
Himpunan Budaya Surakarta (HBS) dll.
6. Masa
Pendidikan Seni Rupa Melalui Pendidikan Formal
Pada tahun 1950 di Yogyakarta berdiri ASRI (Akademi
Seni Rupa Indonesia) yang sekarang namanya menjadi STSRI (Sekolah Tinggi Seni
Rupa Indonesia) yang dipelopori oleh RJ. Katamsi, kemudian di Bandung berdiri
Perguruan Tinggi Guru Gambar (sekarang menjadi Jurusan Seni Rupa ITB) yang
dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarja. Selanjutnya LPKJ (Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta) disusul dengan jurusan-jurusan di setiap IKIP Negeri bahkan
sekarang pada tingkat SMA.
7.
Masa Seni Rupa Baru Indonesia
Pada tahun 1974 muncul para seniman muda baik yang
berpendidikan formal maupun otodidak, seperti Jim Supangkat, S. Priaka,
Harsono, Dede Eri Supria, Munni Ardhi, Nyoman Nuarta, dll. Para seniman muda
tersebut melahirkan beberapa karya seni rupa yang lebih kreatif dan fenomenal.
B. Keunikan Gagasan dan Aliran Karya Seni Rupa
Murni Indonesia
Gaya atau corak atau
aliran dalam seni rupa beraneka ragam. Keunikan gagasan yang memunculkan
berbagai aliran lahir dari pendapat, cita-cita, dan pandangan dari seseorang
atau sekelompok perupa (seniman). Secara garis besar, gaya karya seni rupa
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : tradisional, modern, dan postmodern.
1. Tradisional
Seperti halnya karya
seni rupa Indonesia, perupa seni rupa mancanegara juga memiliki gaya tradisional.
Gaya ini juga terbagi menjadi dua, yaitu primitif dan klasik.
2. Modern
Gaya seni rupa modern adalah corak karya seni rupa yang sudah
mengalami kemajuan, perubahan, dan pembaharuan. Secara umum, modernisasi gaya
seni rupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: gaya representatif, deformatif,
dan nonrepresentatif. Berikut akan diuraikan ketiga gaya seni rupa
modern tersebut.
a. Representatif
Kata representatif
berasal dari kata representasi yang mengandung pengertian
sesungguhnya, nyata, atau sesuai dengan keadaan. Perwujudan
gaya seni rupa ini menggambarkan keadaan yang nyata pada kehidupan sehari-hari masyarakat
atau keadaan alam. Gaya seni rupa yang tergolong representatif antara lain; romantisme,
naturalisme, dan realisme.
1) Romantisme
Istilah
romantisme berasal dari roman yang berarti cerita dan isme
yang berarti aliran/gaya. Romantisme adalah gaya/aliran seni rupa yang
menggambarkannya mengandung cerita kehidupan manusia atau binatang. Perupa
mancanegara yang mempelopori gaya ini, antara lain : Fransisco Goya (Spanyol),
Turner (Inggris), dan Rubens (Belanda). Perupa Indonesia yang mengambil gaya
itu adalah Raden Saleh.
|
Gambar 13. Karya Romantisme
2) Naturalisme
Istilah naturalisme
berasal dari kata nature atau natural yang berarti alam
dan isme yang berarti aliar/gaya. Naturalisme adalah
gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan keadaan alam atau
alami. Pelukis gaya ini pada umumnya mengambil pemandangan alam sebagai
objeknya. Perupa mancanegara yang mengambil gaya ini antara lain Rubens,
Claude, Gainsborough, Constable, dan Turner. Perupa Indonesia yang mengambil
gaya ini antara lain Abdullah Suryosubroto, Wakidi, Mas Pirngadi, dan Basuki
Abdullah.
|
Gambar 14. Karya Naturalisme
3) Realisme
|
Gambar 15. Karya Realisme
b.
Deformatif
Istilah deformatif
berasal dari deformasi yang berarti perubahan bentuk. Bentuk
alam diubah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk baru, namun masih
menyerupai bentuk aslinya. Gaya seni rupa yang tergolong deformatif, antara
lain : Surealisme, impresionisme, ekspresionisme, dan kubisme.
1) Surealisme
|
Gambar 16. Karya Surealisme
2) Impressionisme
Impressionisme
berasal dari kata impression yang berarti kesan sesaat dan isme
yang berarti gaya/aliran. Impressionalisme adalah gaya/aliran seni
rupa yang penggambarannya sesuai dengan kesan saat objek tersebut dilukis. Gaya
ini dipelopori oleh perupa mancanegara seperti Claude Monet, Paul Cezanne,
Georges Seurat, dan Paul Gauguin. Perupa Indonesia yang mengambil gaya ini,
antara lain S. Sudjojono.
Gambar 17 Karya seni lukis
aliran Impressionisme
3) Ekspressionisme
Ekspressionisme
berasal dari kata expression yang berarti ungkapan jiwa yang
spontan dan isme yang berarti gaya/aliran.
Ekspressionisme adalah gaya/aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan
keadaan jiwa perupa yang spontan pada saat melihat objek. Gaya seni rupa ini
dipelopori oleh pelukis Belanda bernama Vincent van Gogh. Perupa Indonesia yang
menerapkan gaya ini pada proses pembuatan lukisan adalah Affandi.
Gambar 18. Karya Ekspressionisme
4) Kubisme
|
Gambar 19. Karya Kubisme
c.
Nonrepresentatif
Kata
Nonrepresentatif atau abstrak mengandung pengertian suatu bentuk
yang sukar dikenali. Suatu gaya yang lebih sederhana bahkan bentuknya sama
sekali meninggalkan bentuk alam.
Karya seni rupa abstrak berupa susunan garis, bentuk,
dan warna yang terbebas dari bentuk alam. Gaya seni rupa yang berbentuk abstrak
ini ada yang abstrak ekspresionis dan abstrak murni. Gaya ini dipelopori oleh perupa
mancanegara, antara lain: Paul Klee, Piet Mondrian, Wassily Kandinsky, dan
Jackson Pollock. Perupa Indonesia yang mengikuti gaya ini adalah Amry Yahya,
Fajar Sidik, But Muchtar, dan Srihadi.
|
Gambar 20. Karya Nonrepresentatif
3. Postmodern
Postmodern atau disingkat “posmo” adalah gaya seni
rupa pasca atau sesudah modern. Sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat
dunia, seni rupa pun ikut mengalami perkembangan gaya. Jika seni rupa
tradisional memiliki ciri perpaduan antara penyederhanaan bentuk dan sedikit
ornamental. Gaya “posmo” lebih bebas dan cenderung tidak memiliki aturan
tertentu.
Postmodernisme sebagai trend dari suatu pemikiran yang
sangat popular pada penghujung abad ke-20 ini merambah ke berbagai bidang dan
disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Pada awalnya postmodern lahir sebagai
reaksi terhadap kegagalan modernisme. Eksplorasi unsur rupa banyak dilakukan
untuk gaya ini. Kritik sosial dan kemasyarakatan merupakan tema yang cukup dominan untuk
karya-karya posmo.
|
Gambar 21. Karya Postmoderns
Langganan:
Postingan (Atom)